Selasa, 26 Juli 2016

Patatas dan Campada (Episode 4)

12 hari kemudian patatas menemani kakeknya untuk mengambil uang pensiun di bank. Kakeknya masuk dan mengambil jatah untuk masa tua, dan patatas menunggu di luar sambil membaca buku panduan menangkap pokemon. Seorang pria bertubuh tegak seperti beton, dengan sepatu kaca datang dan menghampiri patatas.
Satpam  : “Kamu…Kamu pencuri kan?”
Patatas  : “Saya bukan pencuri pak…. saya patatas”.
Satpam : “Beberapa minggu  lalu, seorang wanita sebayamu datang sambil menangis   
   termehek-mehek. Ia melaporkan bahwa ada pencurian. Setelah penyelidikan ,
   ternyata tidak ada pencurian barang, tetapi pencurian perasaan”. 
Patatas  : “mencuri perasaan???”
Satpam : “Jangan terlalu banyak bertanya. surat ini yang akan menjelaskannya. Bacalah  
                               dari pendahuluan sampai daftar pustaka. Jika tidak paham lambaikan tangan ke    
                               kamera”
Pak Satpam segera pergi, dan patatas membuka surat yang tertulis oleh tinta pena faster di atas kertas double folio itu.
Kepada Yth (yang terhangat)
Nyong Patatas
di-
tempat.
  Syallom !! Atas ijin Tuhan Yang Maha Esa, saya dapat menuliskan surat ini kepadamu. Saya harap kamu baik-baik saja. Saya tidak tahu kamu sedang berada dimana, patatas. Jika di kalijodo, maka segerahlah pulang. Jangan ikut campur urusan yang bukan urusanmu. Urus saja aku disini yang memerlukanmu. Jika di turki, semoga tujuannya untuk berlibur ; bukan menjadi anggotta SISI. hari itu, saya sedang ingin mengambil uang di ATM, namun saya terkejut melihat foto saya terlampir dengan rapi diatas lantai marmer. Lalu saya segera melaporkannya kepada satpam. Ia membantu saya dengan memutar video rekaman CCTV untuk mencari tahu pelaku yang menjatuhkan foto saya. Maka heranlah saya, bahwa ternyata kamulah yang menjatuhkan foto saya. Kemudian saya mengerti kamu tak hanya sayang kepada saya, namun juga kepada foto saya. Sejujurnya saya sangat merindukanmu. Apalagi sejak kejadian pertengkaran kita di pantai kute bali itu .kita berpisah satu dengan yang lain. Kamu ke sabang. Saya ke merauke.
  Patatas yang ter-aniaya… Saya sudah membaca tulisanmu di facebook tentang kita ((Campada dan patatas)). Saya tertawa terbahak bahak. Saya tahu karena rindu, makanya kamu membuat tulisan itu untuk diketahui oleh banyak orang.  Namun saya ingin bertemu denganmu. Bertatap muka. Dan saling bertukar benda-benda pusaka.
  Saya mengenal adam-adam lain, namun kamu berbeda dengan mereka.kamu sungguh sangat baik. Mereka membuat saya tertawa, tetapi kamu membuat saya nyaman. Ingatalah, nyaman tidaklah mudah didapati. Mencari pria sepertimu sama seperti mencari udang di balik batu. Mencari pria sepertimu sama seperti mencari hiu di dalam perut puri. Mencari pria sepertimu sama seperti mencari kunang-kunang di dalam sinar matahari. sekali lagi kukatakan tidak mudah. Tentang hati, biarkanlah hari-hari yang menceritkannya. Kamu akan tahu sendiri apa maksud dari semua ini. Saya juga ingin berterima kasih kepada bapak satpam yang telah membimbing saya dalam membuat skripsi ini.
  Ini kisah cinta yang tidak masuk akal. Meskipun kita adalah teman, namun tidak ada alasan untuk tidak saling menyukai. Meskipun sudah berteman, jangan terburu-buru untuk cepat menikah. Saya tak ingin menulis surat ini terlalu panjang. Karena surat ini memiliki batas. Namun rasa saya tidak terbatas untuk dituliskan. Cepatlah kembali, lalu kita rusaki segala sesuatu yang sedang baik-baik ini.
  Jagalah kesehatanmu. Makanlah makanan empat sehat, dan lima lebih sehat. Jangan begadang di malam hari. Bedaganglah di pagi hari saja. Bacalah Alkitab. Itulah penuntun hidupmu. Jika ada wanita lain yang lebih cantik daripada saya, maka pejamkanlah matamu dan ingatlah saya. Jangalah mau mengotori hubungan yang belum seumur padi ini. Ingatalah semua pesan dan nasihat saya sampai kita bertemu kelak. Saya rindu. Saya cinta Cuma pa ngana, Patatas.
  Sebelum mengakhiri surat ini, ijinkanlah saya melampirkan nomor handphone saya sebagai bukti kerinduan saya kepadamu (081234567890). Segera hubungi, dan marilah bertemu. Tinggalkanlah masa lalu, dan hiduplah dengan sandiwara cinta ini.
Dari : Nona Campada…

  Setelah selesai membaca tulisan tangan campada, berdebar-debarlah usus patatas. Ia tak mengira bahwa wanita itu bisa menulis indah seperti seorang anak di sekolah dasar. Sambil menunggu kakeknya, patatas lalu menghubungi campada.
Patatas   :”Hallo Campada”
Campada :”Patatas…kamukah itu?”
Patatas   :”Ia,,, ini saya...kamu dimana?…saya merindukanmu…cepatlah bertemu…”
Campada :”kamu sudah baca tulisan saya?
Patatas   :”Ia, Pak satpam telah memberikannya”
Campada : “Syukurlah…setelah perbincangan ini, ucapakan terima kasih kepadanya. Apa kabarmu? Sehatkah kamu? Bagaimana hari-harimu selama ini?
Patatas   : “Puji Tuhan, saya baik sekali… lalu bagaimana denganmu?
Campada : ”keadaan saya sungguh baik… tetapi sekarang kita tidaklah se-kota lagi.
Patatas   : “Lantas kamu di mana?”
Campada : “Saya tak bisa memberitahukannya dulu kepadamu.
                               Menantilah selama beberapa bulan ini, Tas. Berjanjilah kamu akan menanti?”
Patatas ingin menjawab keresahan hati campada, tetapi percakapan itu tiba-tiba harus berakhir karena baterai handphone patatas telah habis daya hidupnya. “Nanti saja… nanti kalau  sudah dirumah”(pikir patatas dalam hati)…
   Selang beberapa saat, kakek patatas keluar dari bank dengan setumpuk uang pensiun. “sudah kek” Tanya patatas. “Sudah cu”. Jawab kakek dengan senyum kegembiraan. Patatas lantas menerbangkan kakeknya kembali dengan helikopter kerumah tua mereka di karang panjang.
Sesampainya di rumah dengan sehat sentosa, segera dicarinya charger handphone untuk melakukan pengisian pulsa yang sudah nol persen (0%) itu. Patatas lalu menghubungi campada dan mereka berbicara begitu lamanya. Mereka sudah menyusun segala kerangka pemikiran untuk menjawab permasalah cinta yang mereka hadapi. Terlihatlah wajah patatas sungguh sangat berseri-seri.
Pucuk-pucuk daun mulai bangkit dan berperang melawan hama kesalah-pahaman.
Virus kekesalan yang menguasai hati dan pikiran, kini dihancurkan oleh enzim kerendahan hati untuk saling memaafkan.
Vitamin Cinta yang didaur ulang, telah siap menguatkan hari-hari baru sebelum sang mempelai wanita datang.
Beberapa bulan terlewati, sampai hari kedatangan campada pun tiba. Mereka berdua menyetujui untuk tidak bertemu di tempat parkir urimeseng, karena tempatnya terlalu ramai.
Sebenarnya ada suatu tempat yang sudah patatas siapkan. Menurutnya tempat ini pantas untuk diketahui oleh campada.
  Singkat cerita… Patatas bertemu dengan campada. Maka bertambah-tambalah kesenangan mereka. Segala harapan yang hampir putus kini terjalin lagi. Api kecemburuan dipadamkan seketika oleh petugas pemadam kebakaran yang sedang berdinas. sesekali patatas membiarkan campada berpose dan ia mengabadikannya dengan kamera sederhananya.
  Di tempat kudus yang mereka datangi, campada memanjatkan doanya; entah tentang apa, hanya TUHAN yang tahu. patatas-pun melakukan hal yang sama. Ia berlutut dan menaikan doa.
“ini tempat yang sungguh indah, tas” campada memuji. 
“benar sekali nona… jika kita cinta TUHAN, maka kita cinta tempat-NYA. Jika kita ingin suatu 
  hubungan bertahan dalam tekanan, maka doakanlah hubungan itu”.
  Campada tak percaya dengan apa yang dilakukan patatas kepadanya. Patatas sungguh romantis. tidak romantis duniawi, namun romantis rohani.
  Selain membicarakan cinta,  dan kehidupan, mereka juga berbicara tentang  kasih TUHAN. Jatulah air mata campada seperti biasa. Mungkin inilah musim yang sering mendatangi campada. Musim menangis sambil mengeluarkan ingus. Melihat campada menangis sambil mengeluarkan ingus itu biasa. Namun melihat campada membersihkan ingus dengan ujung lengan baju itu luar biasa.
Setelah berkasih-kasihan, maka perkara itu pun harus berakhir karena waktu. Campada harus dikembalikan ke penggorengan yang membutuhkan banyak minyak Bimoli, sebaliknya patatas harus kembali ke rumah sanak saudaranya. Mereka berjanji akan bertemu kembali dalam acara ulang tahunnya campada.
Bagaimanakah kisah selanjutnya?

Mari kita biarkan Feliks(Patatas) mengarangnya lagi…

Hari Selanjutnya

 Pada hela nafasmu, namamu berdesis pelan, Ucy, di ruang sanubari terpatri teguh dan kelan. Senyummu mentari pagi, hangatkan jiwa yang beku,...