Senin, 21 November 2016

Dibalik pendakian 29 Oktober 2016

Pagi itu adalah pagi yang terjadi seperti pagi biasa. Ada matahari dengan sinarnya yang menyala-nyala...ada petugas embun dengan tetesannya yang merusak pertumbuhan pohon kedondong...ada kokotek ayam dengan goyangan poco-poco. Dan kemudian ada opa dan oma budi yang sedang bermain game C.O.C di dalam gubuk tua milik para leluhur.
  Pukul empat pagi, aku terjaga dari tidur. Tak ada mimpi. Tak ada perang mengigau antar sesama penghuni kamar. tak ada air liur yang mengalir sepanjang leher ke bantal kepala. Tak ada nyamuk. Tak ada kelambu. Tak ada...dan tak ada apa-apa sepanjang malam yang begitu menghangatkan.
  Kurebahkan kedua lutut, sambil bernyanyi dan mulai mengucap doa : “Semoga Tuhan menyertai perjalanan tim pendaki hari ini”...kemudian mandi dan menggosok gigi. Kemudian mencuci pakaian dan panci penggorengan. Kemudian mengambil peralatan...kemudian sarapan lalu menjemput sahabat pendaki.
  Di depan rumah sahabat ; tangan kanan berulang kali mengetuk pintu, sambil mulut memanggil-manggil nama sahabat.... astaga, ternyata sahabat masih tertidur, dan Ibunya yang membuka pintu...Sambil menunggu ; saya mengambil roti dari dalam tas, dan merobeknya menjadi potongan beberapa potongan kecil... saya membuangnya ke dalam drum penampung ; yang dipakai untuk memelihara beberapa ikan paus dan kura-kura ninja. Sahabat keluar, dan kita menuju rumah sahabat yang lain lagi.
  Rumah sahabat yang kita tujui adalah markas utama tim sukses dari pasangan titik dan koma. Di tempat inilah kita mempersiapkan segala sesuatu sebelum kita turun ke medan pendakian yang menggetarkan bibir durjana. Mulai dari seragam , topi, sepatu, kaus kaki, kaus tangan, kaus kutang, kotak P3K, kuteks, deodorant, tali, tongkat, bendera, belerang, popok, buku,pena, papan oles, minyak kayu putih, minyak tawon, minyak urut, roti, mentega,selai, keju, hamburger, aqua, teh gelas, pulpy orange, pulpy merah-hijau-kuning kelabu-merah-mudah dan biru.
   Itulah beberapa peralatan yang dibutuhkan oleh tim selama perjalanan, dan beberapa peralatan yang ditambah-tambahkan oleh penulis untuk meramaikan tulisan jenaka ini.
 
  Ketika semua sudah berdandan rapi. Ketika setiap ketiak sudah ditaburi segala merk parfum. Ketika perjalanan akan dimulai...tahukah pembaca apa yang akan kita lakukan?...apa...apa ayo...berdoa...tentu saja berdoa. Dengan berdoa kita akan merasa tenang. Dengan berdoa kita akan memperoleh kekuatan yang berasal dari Tuhan. Dengan berdoa kita akan diberi hikmat untuk menentukan jalan yang benar dan akan berbelok jika menemui jalan yang buntu. Dengan berdoa kita dapat mengutarakan maskud kita. Maksud untuk melihat alam, serta maskud untuk mendapat kemenangan.
 
  Setelah doa selesai dipanjatkan ; kita semua menuju tempat persiapan untuk mendengar sepata dua pata dari tim penyelanggara dan pihak-pihak terkait. Di bawah jembatan Merah-Putih, semua tim dari sabang sampai merauke berjejer dengan begitu rapi. Penampilan dan costum dari setiap tim lawan membuat jantung kami terhenti selama setengah jam. Sungguh ini adalah pertarungan yang tidak mudah. Sungguh ini bukan sebuah permainan yang bisa di ulang jika memasuki fase game over.
  Satu demi satu peserta dipanggil untuk bersiap digaris start. Ketika aba-aba diucapkan, maka kaki kiri dan kaki kanan bersiap melaju mengikuti arah mata angin. Sekarang giliran tim kami untuk melakoni agedan ini. Dibarisan depan ada seorang wanita berkaca mata yang memimpin tim kami, disusul beberapa wanita yang tidak berkaca mata lagi. Kemudian empat pria penjaga barisan tengah dan belakang. Formasi ini dinamakan formasi 3B-4J.
  Ka Ince bertugas sebagai leader. Tugas dari leader adalah memandu kami semua selama pendakian, agar kami tidak terus melaju ketika lampu merah mulai mengoda. Agar kami tidak balap-balapan liar, sehingga kami selamat dan sehat sentosa.
  Ka Nona, dan Vin  bertugas sebagai striker. Tugas dari striker adalah melakukan penyerangan ke hutan belantara dengan mengamati tanda panah, tanda x, tanda tanya dan tanda cinta.
   Ongen dan Stiver adalah anggota gelandang serang.Gelandang serang bertugas mengatur jalur distribusi roti dan aqua ke tangan dan mulut seluruh anggota tim.
   Dalam pendakian ini, Penulis mengambil peran sebagai sweeper. Sweeper bertugas membawa bendera kebangsaan dan mengamati seluruh barang sebelum berlanjut pada pos selanjutnya.
  Tugas terakhir adalah tugas seorang portal. Portal akan membawa semua keperluan yang ada di dalam tas. Petugas portal dalam pendakian diemban oleh nando. Sungguh sangat sabar anak ini. Sungguh menderita. Sungguh sengsara.

  Pos pertama adalah pos yang menanyakan tentang kelengkapan alat dan bahan praktikum dari setiap tim. Jika semua alat dan bahan memenuhi standar ilmu pengetahuan alam, maka penelitian boleh dilaksanakan serta ujian skripsi boleh diadakan. Jika ada alat dan bahan yang ternyata kurang di dalam dapur penggorengan, maka masakan yang lezat tidak dapat disajikan. Makanan akan terasa hambar, dan tidak layak untuk konsumen tingkat pertama dan kedua.  
  Satu gunung tinggi terlewati dengan aman. Tak ada yang terpeleset. Tak ada yang keseleo. Tak ada yang terguling-guling seperti lemon nipis. Tak ada banjir bandang sepanjang sungai nil... semuanya terkendali. Kereta firaun pun tak mampu mengejar pergerakan kami. Keringat setetes demi setetes mulai keluar. Aroma parfum mulai terganti dengan aroma tanah katulistiwa. Serbuk sari jatuh di kepala putik, sehingga terjadilah kekeringan tenggorokan. Tangan demi tangan mencoba meraih sebotol aqua. Aqua tertelan, dan kue cina dibiarkan tidur nyenak di dalam tas ransel. Sesungguhnya dalam sebuah pendakian air lebih penting dari segalanya. Air lebih penting dari bonus kuota 2 Giga bite + sepanci gorengan sambalo. Air lebih penting dari kecantikan ratu pantai selatan pulau jawa. Air menjadi incaran semua organ yang meneriaki penghakiman akhir zaman.
   Setelah bersusah pepaya melewati pos pertama dengan sejumlah pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang logis, maka tim kami bersiap-siap memasuki pos kedua. Pada pos ini kami diminta untuk menebak gambar yang digoreskan pada kening putih bergaris abu-abu. Saya mengambil setangkai spidol dan mulai menggambar wajah pahlawan yang diinstrusikan oleh panitia. belum setengah perjalanan menggambar, leader kami berhasil menjawabnya dengan tepat dan singat. Decak kagum terlihat dari wajah penoton terhadap aksi sulap kami. Beribu-ribu mata berdiri dan bertepuk tangan. Sesungguhnya ini merupakan kesempatan emas untuk merebut point. Lorenzo adalah pembalap hebat, tetapi kami tetaplah membela Rossi. Hidup empat enam dan salam dua jari.
  Kaki kuda melaju ke arah lembah. Salah pijakan, warna baju dan celana akan bercampur dengan lumpur lapindo. Salah menginjak,... senyum manja berubah jadi bingkai pucat pasih. Bergerak. Marilah bergerak. Jangan menyerah dari tim-tim lain. Kita semua sama. Yang membedakan hanya bagaimana cara kita bekerja sama. Jika kita bersatu, maka tak ada yang merasa sendirian. Jika kita saling bergandengan tangan, maka tak mudah untuk melepas kehangatan.
  Pos ketiga menanti setiap barisan yang turun dari langit. Kami perlahan...kami berhati-hati. Kami menginjak tanah dan membiarkan jejak tertinggal setiap kali berpijak.lelah sekali tubuh ini. Ingin sekali merebahkan diri dan mengapung bersama sindiran angin puting beliung. Teringat kembali bahwa ini kompetisi. Niat untuk pensiun dini ditolak mentah-mentah dari dalam otak yang mulai menghemat oksigen.
  Mari setiap perwira Bio’fun, kita lanjutkan misi kita. Ayo masuk ke pos ketiga. Mari lepaskan perlengkapan kaki dan bahu, lalu mulailah mengisi air pada pipa paralon yang berlubang. Tangan menutup kekosongan. Tangan mengangkat air dan menyiram pipa pemicu emosi. Ternyata ada bola pimpong yang bergelantungan seperti anak taman kanak-kanak. Semakin diisi, volume air akan semakin bertambah. Bola pimpong dibawah tangga merosot keatas bagai roket pencakar langit. Pikirkah ini mudah? Tentu saja tidak...tiga menit menjadi jebakan pengrusak mental. Tim terkompak dan terbijak akan memainkan permainan ini seperti menelan bubur kacang ijo. Aliran sungai yang tak deras membingungkan setiap peserta. “Jangan tutup lubang dibawah, air tak mungkin keluar”. Berulang kalimat itu diulang sehingga bola pimpong lebih senang jadi mutiara di laut biru. Perlahan-lahan semua percobaan dilakukan. Alhasil peneliti harus menerima keputusan yang terputus oleh putaran waktu.
  Cepat...cepatlah bergerak menuju pendakian selanjutnya. Tangan meraba batang-batang pohon. Tongkat dicucukan kuat sebagai penahan kaki. Tegakan badan dan jangan melihat kebelakang jika tidak ingin menjadi tiang garam beryodium. Pasang mata, pasang telinga. Dengarlah keputusan permasyuri di depan yang mempertahankan persatuan dan kekompakan tim. Lidah panjang keluar dan mulai menghela nafas. Aqua...mana aqua... jamu..mana jamu. Kopi mana kopi. Terjemahkanlah perasaanku ini anggota tim. Kemenangan bukanlah yang kita cari sekarang, tapi keselamatan. Kita harus saling mengawasi jalannya pilkada ini. Semua pihak bertanggung jawab.
  Satu per satu tim lawan melewati kami pada lintasan belantara ini. Mereka melambung dengan cerdik, lalu mulai membanting tikungan ke turunan yang menghentikan pergerakan detak paru-paru. Melihat jalanan yang curam dari atas sini, aku memberanikan diri untuk mengencingi celana yang baru aku beli. Kalau ada popok bayi, aku semakin nekat untuk melepas kepergian sisa makanan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh kurus ini. Namun, aku mencoba berpikir dewasa. Aku tak harus melakukan perbuatan yang mencemari alam yang indah ini. Bukankah tema perjalan kita adalah back to nature... jadi, kuhapus kesesatan ini dengan blacklist antivirus smadav versi 22.0.
  Dengan kekuatan Tuhan, curamnya jalanan turunan serasa seperti berjalan diatas eskalator yang ditaburi es pisang ijo. Tangan Tuhan terlalu perkasa untuk menjangkau setiap orang yang berharap akan pertolongan-Nya. Segala sudut yang tak bisa dijangkau oleh langkah kaki yang tak pasti, dibuat mudah layaknya ayunan yang dibuat dari tali hulaleng.
beruntung sekali memiliki penjaga Israel yang tidak tertidur dan tidak terlalap.   Pada jalan menanjak selanjutnya, kaki-kaki ayam semakin gemetar. Seperti belajar merangkak, disusul isi sepatu yang telah bercampur semen dan batu bata. Untuk dapat mengatasi masalah ini, kami berhenti setiap kali ada kesempatan. Perekonomian air dari dalam botol semakin tidak stabil. Panasnya sinar matahari membuat kulit kami menjadi kusam dan menyebabkan flek itam muncul pada setiap ujung-ujung jari. Karena disekeliling adalah hutan pihutan negara, maka kami bersepakat membuat ramuan tradisional yang menjadikan kulit terasa lebih halus,lembut, dan cerah berseri.
  Sebelum memasuki pos lima, ada sebuah rumah dinas petani yang  menjadi tempat kami pelepasan onak dan duri. Pemandangan disini sungguh membangkitkan semangat yang hampir layu karena kehabisan DHA dan Omega 3. Kenyamanan ini berlangsung tidak begitu lama. Saat tiba pada pos lima, kami ditanya beberapa pertanyaan dan diberi kesempatan untuk mengutarakan segala yang mengelisahkan batin kami selama peperangan ini. Leader kami menjawab dengan penuh keyakinan. Begini kira-kira kalimat yang dia ucapkan “Saya dan tim sangat senang dapat mengikuti kegiatan ini. Semoga setiap tim dapat menyelesaikan pendakian ini dengan baik.”
  Menarik sekali kalimat yang diucapkan oleh leader kami. Kami salut dengan ketajamannya menyampaikan visi dan misi.  Inilah manfaat berlatih setiap hari didepan kaca.
setiap tingkatan yang telah kami lewati, membuat kami sadar bahwa kami ini lemah dan berkekurangan bila dipenuhi keegoisan. Hubungan kami akan retak dan hancur bila tidak saling mendegar aspirasi setiap anggota tim kampanye. Kita harus saling melindungi satu dengan yang lain. Kita harus transparan dan menyatakan tidak untuk narkoba. Generasi muda adalah generasi yang akan tua. Kita perlu memperkuat lutut dan sendi-sendi pangkal paha.
 
  terlepas dari semua tulisan diatas, mari kita lanjutkan pada acara selanjutnya...
acara pendakian gunung galala-halong atas, dan sepupu-sepupu mereka. Semakin kebawah, semakin menarik keindahan alam ini. Benar kata lirik lagu sekolah minggu “Kegunung tinggi kunaik-naik mencari damai, tidak ketemu. Ke lembah jurang kuturun-turun mencari damai, tidak ketemu.” Jadi damai itu ada dimana? ...biarkan hati yang menjawab...
  Penulis kembali menyandarkan bahu...dan mulai menulis lagi... ayo...jangan buat pembaca bosan dan kemudian tidur nyenyak. Kemudian, kemudi yang dibawakan oleh dian membawa kami kepada pos terakhir. Panitia menyebutnya dengan pos bonus bagi seluruh tim yang turut  berpartisisapi. Dari semua pos yang disinggahi, inilah pos yang membangkitkan semangat juang para pendaki. Bagaimana tidak. Ada pemeriksaan dari Ibu dokter yang begitu cantik...slamat malam Ibu dokter...salam perjuangan dari penulis yang sudah mendaki beberapa gunung. Semoga Ibu dokter selalu sehat dan sejahtera.
Adakah yang tahu tentang flying fox? Jika tidak tahu... tenang, dan ambil nafas luar-luar lalu hempaskan. Flying fox adalah game tantangan individu yang diadaptasi dari pelatihan militer. Game ini dilakukan dengan cara meluncur dari ketinggian tertentu melalui wire. Flying fox yang dihadiakan oleh panitia untuk seluruh peserta adalah menggunakan tali besar,   yang seukuran tali pengikat jangkar kapal. Apakah kalian tertarik bermain game seperti ini? Ayo mendaki lagi tahun depan. Mungkin saja kenangan ini bisa kalian ceritakan kepada  para tetangga, saat sedang bermain arisan.
Ongen mendapat kesempatan pertama kali untuk mencicipi luncuran yang menyenangkan itu. Terhitung 10 detik dia sudah tiba di landasan utama. Tanganya yang putih melambai-lambai dari bawah seperti nyiur di pantai. Nando dipenuhi semangat yang berair-air, sehingga memutuskan untuk melakukan adengan spektakuler selanjutnya. Nando bersiap, awas...tidakkkkk....akhirnya nando sampai dengan tenang disisi garis finish. Stiver adalah peserta selanjutnya. “Pegang tali yang kuat, dan jangan lepaskan” begitulah kata-kata yang disampaikan oleh para TNI yang membantu penerbangan dan pendaratan ini. Stiver melaju, dan menggiring bola... mengocek kiper...kiper salah menangkap balong gas, dan terpeleset ke dalam telaga...stiver menedang.... dan..dan...goal...3-0 ...untuk tim Bio’fun 2010.
  Kemudian game ini dialihkan ketangan gadis-gadis kapernaun. Ka Nona, memberanikan diri untuk melawan ketakutannya. Karena Ka Nona adalah aset dari tim, layaknya dua bintang tamu wanita selanjutnya, maka alat pengaman harus dipakaikan ke badanya. Helm, sarung tangan, tisyu, masker, beker, kameja, rompi, remote dan tv LCD. 
  Selaku anggota tim, kami sungguh khawatir. Ini bukan game biasa. Jika terjadi apa-apa, maka apa-apa akan terjadi. Ka Nona memang tangguh. Ketika ia sampai dibawah, ia tersenyum manja seakan-akan meminta untuk mengulang lagi kisah manis diatas tali kepahitan itu lagi...
  Wanita kedua adalah Ka Ince. Ka Ince diikatkan pengaman dan meluncur seperti payung terjun. Tak ada ledakan penduduk, hanya pelindung kepala saja yang berterbangan sepanjang rerumputan putri malu. Di posisi pengait bungsu, Vin menenangkan diri dan memulai melakukan penerbangan. Sayap-sayapnya begitu kuat, sehingga dapat menahannya dari tekanan angin. Alhasil, ia memecahkan rekor yang telah dilakukan oleh ka Ince. Rekor tercabutnya topi dari kepala.
  Diposisi akhir...penulis dipanggil untuk bermain game action ini. Sebenarnya penulis sudah mengemis dan merengek karena takut meluncur dari ketinggian. Penulis memohon dari panitia untuk menindak lanjuti kasus ini, namun permintaan penulis ditolak masak-masak oleh panitia. Dengan ketakutan yang merasuk sukma kaldu ayam, penulis menginjak ujung jurang kebinasaan. “Tuhan...tolonglah hamba yang lemah ini”... Penulis akhirnya mendorong dirinya sendiri dan meluncur. 30 hari kemudian, penulis tiba di dasar lautan. Selama berhari-hari penulis bergelantungan diudara. Perjalanan pergelantungan membuat penulis terus memangil nama “Mama...Ayo... Ma mae...ayo...ayo”...begitu kejam tulisan ini sehingga penulis dijadikan bumbu lelucon...tertawalah...karena tertawa itu penting untuk menghilangkan rasa nyeri otot pinggan.
  Selesai bermain dengan tali luncuran, kami bertujuh melanjutkan perjalanan ke garis finish. Meskpun lelah. Meskpun cape. Meskpun haus. Meskpun lapar, kami tetap setia sampai akhir. Panitia pada pos terakhir meminta kami menjumlahkan seluruh tanda yang dibuat oleh panitia sebagai petunjuk arah selama perjalanan. Kami melaporkannya dengan pengakuan yang tulus, dan jujur.
  Selama 6 Jam, 48 menit, dan 52 detik kami bermain-main ditengah hutan yan tak berpenghuni itu. Meskipun bertemu serigala,singa dan harimau, kami tetap santai dan santun. Sambil meminta permisi kepada hewan buas tersebut...kami lari terbirit-birit. Akhirnya, kami tiba di meja panitia untuk melapor dan memberikan hasil jepretan kami, sebagai prasyarat akhir sebuah perjalanan panjang.
  Kacang hijau dan roti jadi hidangan yang memberkati tubuh kami, sebelum kami berpisah satu dengan yang lain. 
   Demikianlah segala pemikiran saya tertuang dalam tulisan ini. Selamat atas keberhasilan Bio’fun 2010 memenangkan lomba lintas alam dengan juara dua, dan best costum favorit.
Terima kasih Tuhan Yesus...Terima kasih tim.. terima kasih alam. Terima kasih lawan. Terima kasih panitia dan semua pihak...
Kita jumpa lagi dalam kasih dan karunia-Nya.GBU

Kamis, 17 November 2016

Menangislah kepada Tuhan

Mengapa menjadi asing lalu menangis sepanjang waktu...
Pohon-pohon tak mendengarmu...
Mereka sibuk merampas air dan garam-garam mineral dari dalam tanah. Burung-burung habiskan hari dengan melihat ketinggian surga. Laut menggulung dan menghantam pesisir bebatuan yang tak bertulang. Bulan dan matahari datang cepat-cepat dan pergi tanpa meminta persetujuan para petani. Suaramu yang hampir lenyap jadi santapan angin puting beliung. Manusia? Harapkah kau pada manusia... jangan... telinga mereka normal dan utuh, namun pendengaran mereka tak berbelas kasihan. Sekali ...mungkin sekali didengar... selanjutnya...selanjutnya hanya keinginan untuk menanti tetes air matamu yang begitu berharga. Manusia lain sementara merana dengan beban mereka. Dan mereka tidur nyeyak. Dan mereka melupakan kehancuranmu.
Lalu,... siapakah yang mau setia menerima deritamu? yang sabar memikul kentalnya sakit hatimu?

Kuharap kamu pergi mencari Tuhan...
Jangan bertolak ego...
Jangan meninggi diri tanpa rasa hormat kepada pencipta...

Beban

Jelita...
Mengapa datang pagi-pagi?
Mengapa menjadi indah namun sedetik saja?
Kau membakar, dan kalbuku tertikam... kau berdandan, dan aku terbeban. Letakkan aku pada masa kanak-kanakku saja... supaya aku bodoh dengan rasa, dan tak berpengertian dengan mainan cintaku...
Kau terlalu manis bagi dunia ini, sehingga lawan-lawanku menjadi banyak. Aku tidak undur diri karena sesuatu itu...
Aku pergi pada masa sebelumnya.
Saat aku melihatmu, dan mulai berpikir untuk tidak menginginkanmu seperti saat ini...

Jangan bermimpi

Jika aku merasa ...
adakah yang salah dengan rasaku...?
Aku suka kupu-kupu yang pandai bersajak itu. Aku ingin berbicara...lalu aku tertawa dengan manisnya asam jawa yang sementara terikat pada sayapnya yang menawan. Berbohong... untuk apa aku berbohong. Lalu aku ingat bahwa aku hanyalah seekor serangga pemimpi yang tak pernah menatap tontonan layar lebar.
Aku bermimpi...
Kemudian aku ingin tidur lagi dalam kesederhanaanku yang tak pantas memimpikan kecantikan ciptaan Tuhan itu.

Penari tanpa kacamata

Pertemuan sudah memisahkan...
Perpisahan tak akan mempersatukan. Kain putih. Matinya lampu. Nyalanya lilin. Tirai pemisah. Adakah penari jelita itu?
Kelompok malaikat jadi lupa makan... bait puisi terbaca,lalu aku dan mata-mata kenyang dalam hitungan menit. Ternyata ini imajinasiku dalam menulis dongeng...
Lagi aku berkata... adakah dongeng yang berubah menjadi kisah nyata?
Jangan lagi..biarkan dongeng memanjakan ceritanya kepada anak-anak yang tak mampu mendengar seribu suara....

Hari Selanjutnya

 Pada hela nafasmu, namamu berdesis pelan, Ucy, di ruang sanubari terpatri teguh dan kelan. Senyummu mentari pagi, hangatkan jiwa yang beku,...