Kamis, 04 Februari 2016

Pertama kali saya bertemu Zhisuka di SMA N 2 Ambon



            Apakah anda pernah berpacaran? Jika pernah, berarti anda sudah cukup dewasa untuk melakukan aktivitas cinta. Jika belum pernah, jangan memaksakan sekali-kali. Adegan ini hanya dilakukan oleh orang-orang yang sudah mapan dalam bermain rasa ; misalnya saya(hahahahahahaha). Saat ini saya  ingin bercerita tentang kisah pertama kali saya melakukan sebuah hubungan percintaan dengan wanita asing(wanita dari negara maju dan negara berkembang). Namanya  Shizuka, wanita bermata tidak sipit tapi kelihatan seperti burung pipit. Wanita tidak terlalu putih, tapi sering membuatku patah hati. Sebelum cerita ini dilanjutkan, saya ingin mengatakan Saranghaeyo Shizuka (saya cinta kamu, Shizuka).
            Ketika panas terik membakar kulit manusia, hanya saya sendiri yang tidak merasa takut : saya sudah pakai handbody kok. Langit tua hanya bisa menjadi patung alam. Cakrawala sedang tidak ingin bermain dengan kawanan awan. Angin berhembus kencang, masuk telinga kiri, keluar ke telinga kanan :biisssshhhhh. Dan saya hanyalah seorang insan duniawi yang sedang mencoba merohani. Saya ingin mencari wanita baik-baik. Wanita yang tidak mengusik jam tidur siang Ibu mertua. Yang saat petang tiba, sudah berlutut di meja sembahyang dan berdoa untuk keluarga. Ini hanyalah sebuah harapan yang akan tercapai di abad ke 22. (ciiiiiiiieeeeeeeeeeeeeee)

            Beberapa tahun lalu ketika Zhisuka masih SMA, dan saya masih SD: kita berdua bertemu di depan sekolah yang cukup dikenal di kota ini. Saat itu, semua muda-mudi masih menikmati perjalanan dengan kedua kaki, sambil bergandengan tangan, dan menyanyikan lagu Indonesia raya. Zhisuka memang wanita yang cantik, dan tidak banyak bicara. Tapi ketika Zhisuka lapar, dia lebih cerewet dari ayam betina yang sedang mencari tempat untuk bertelur. Shisuka adalah anak yang kutu buku. Dia lebih senang bermain kutu sambil membaca buku. Otaknya encer, dan penuh dengan urat syaraf. Dia wanita yang suka terseyum, sehingga banyak orang memanggilnya wanita ramah lingkungan. Dengan kharakteristiknya yang demikian, akhirnya saya pun mulai menyukainya.

            Sepulang sekolah, seorang wanita lewat di depan sekolah saya (SMA N 2 Ambon) sambil membaca novel Sitti Nurbaya. Matanya terus terarah ke novel, tapi hatinya tersimpan untukku. Saat itu, saya adalah satu dari ratusan siswa pria di sekolah yang suka mengerjai wanita. Saya adalah satu dari ratusan siswa pria di sekolah yang suka merayu wanita. Kalau tidak percaya, tanyakan saja pada rumput yang bergoyang.
            Saya menyapanya ketika dia berjalan mendekati tempat duduk saya bersama dengan teman-teman. “selamat siang nona”. Dia menghentikan kaki untanya, dan menatap saya sambil berkata : “selamat siang juga”. Dia kembali membaca novelnya, dan berjalan terus kedepan.  Saya tidak ingin bercakap-cakap dengannya, selain dari pada menyapanya saja.
            Dan pertanyaan pun muncul dalam hati saya, “Siapakah wanita itu”? “Apakah dia adalah bawang putih, anak semata wayang Raja Firaun dari mesir? “Dan untuk apa dia disini?”
            Sambil bertanya kepada hati kecil, saya terus meliriknya hingga dia hilang dari pandangan mata. “Ouh, disitu rumahnya”. “ternyata rumahnya tidak terlalu jauh dari sekolah saya”.
Tanpa memikirkannya lagi, saya kembali melanjutkan percakapan dengan para imigran gelap (teman-teman sekolah). Seorang Pria tinggi, berbadan tegak teguh datang dan menghampiri kami ber-enam yang sedang duduk.
 “Kalvin !”(salah satu teman komplotanku), “Ya, Om Roy”.“Om Roy ingin berbicara sesuatu” Kalvin dan  Omnya berbicara sedikit jauh dari tempat kami berkumpul.
Dia kembali dan berkata : “Kawan-kawanku yang belum kawin, Omku meminta tolong kalian untuk mengangkat kursi yang ada di dalam mobil pick-up ini  untuk di bawah ke rumah di ujung jalan sana”.”Ok, baiklah” (jawabku)

            Kami ber-enam mulai mengangkat kursi, dan membawanya ke rumah didepan jalan. “astaga itu rumah wanita tadi” Ia, betul itu rumahnya” “aghh maju saja, maju demi membantu orang”. “Kalau dia yang membuka pintu saya langsung akan berkenalan dengannya”

Tok,tok,tok…” Permisi, selamat siang” (kalvin mengetok dan menyapa yang punya rumah”)
Saya berdiri agak ke belakang, bersama teman-teman lainnya. “elif, elif, buka pintu di depan ada orang yang mengetuk pintu itu.(suara dari dalam rumah)
 “elif???”. “bukankah elif ada di turki saat ini?” (tanya saya)

Wanita cantik yang lewat di depan sekolah tadi, tiba-tiba membuka pintu…
“Benar itu dia”…semua yang mengangkat kursi buyar melihat kecantikannya… pakaian rumah membuatnya semakin menarik. “alamak, beauty sekali”

“Selamat siang, ada apa ya?” (Zhisuka yang biasa di panggil Elif bertanya)
“Kami disuruh Omnya Kalvin untuk membawa kursi ke disini” (Saya yang menanggapi)

“Kursi,? Ia mari silahkan taruh di sudut sana saja”…
            kami satu persatu masuk ke dalam rumah sambil mengangkat kursi yang ada di tangan kami. Kalvin yang pertama, saya di urutan ke dua, dan teman-teman lain melanjutkan. Giliran saya yang mengangkat kursi, saya langsung menginjak kaki wanita itu. Apakah ini unsur kesengajaan ataupun tidak, saya telah memberi 2 kesan di hari ini ; menyapanya dengan halus, dan menginjak kakinya dengan sedikit lebih halus”

“Maaf, saya tidak lihat” 

“tidak apa-apa”, “Kamu yang tadi menyapaku di depan sekolah”???

“Ia, tadi itu saya”
Dia menatap saya, dan tersenyum…
Sungguh, tatapannya membuat kursi yang berat itu terasa ringan.
Matanya seperti cahaya lilin kue ulang tahun...
Alisnya seperti ilmu matematika dan logaritma…
Congkak pipinya seperti tikungan jalan Vatikan…
Hidungnya seperti harta karun terpendam di dasar laut…

Apa sebabnya saya menjadi mabuk secepat ini???...
sadar, sadarlah…ini bukan mabuk alkohol, ini mabuk karena terpesona…

Setelah menaruh kursi, saya segera menghampirinya…

“Saya mengarahkan tangan dekat tangannya, dan bersuara ;

“Perkenalkan Saya Feliks…”
“Saya Zhisuka” Dia menjawab, sambil berjabat tangan denganku…

Teman-temanku serempak melepaskan suara ejekan, “ehm-ehmm”

…………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….




Hari Selanjutnya

 Pada hela nafasmu, namamu berdesis pelan, Ucy, di ruang sanubari terpatri teguh dan kelan. Senyummu mentari pagi, hangatkan jiwa yang beku,...