Jumat, 22 Juli 2016

PATATAS DAN CAMPADA (Episode 3)

Patatas mengakhiri semua perkataannya, dan menatap wajah campada. Ia ingin tahu apa isi ulu hatinya. Ia ingin tahu apa isi dompetnya, serta tunai ATM-nya. Campada menangis terus-menerus. Air matanya keluar deras seperti pompa air sanyo yang baru dipasang oleh si tukang ledeng. Tahi matanyapun ikut-ikutan bersorak. Patatas tak sampai hati melihat tangisan wanita cengeng itu.
Sebenarnya apa yang dia sembunyikan?
Kalau ada panu di lehernya, tidak masalah. Kan ada kalpanaks.
Kalau ada sariawan di bibirnya, tidak masalah. Kan ada Adem sari.
Flu, demam, sakit kepala? Ya… Mixagrip aja.
Harus ada kejelasan. Hati tak boleh dibohongi. Lebih baik menipu mata, dari pada menipu hati.
Dan patatas hanya ingin tahu…
“Who was Sukung/siapa itu sukung” (Bahasa inggris).
“dare ga sukung/siapa itu sukung ” (Bahasa jepang).
“Jasale yo sukun/siapa itu sukung” (Bahasa Nepal).
Sambil menarik-narik ingus, campada mencoba membuka mulutnya yang bergetar dan mulai berucap kata.
Campada : “Patatas,,, firasatmu begitu hebat. Dukun manakah yang kau pakai sehingga kau bisa 
           tahu tentang sukung”?
Patatas  : “nehi..nehi… untuk apa dukun? Tuhanku lebih hebat untuk memberitahukannya
    kepadaku”
Campada  : “Sukung hanyalah luka lama yang memilukan. Dia membuat anggaran hatiku membengkak.  Dan kau……kau selalu yang membayar pembengkakan itu dengan perihalmu yang begitu jujur…setiap kali ingin jatuh tempo, kau sudah siap antar jaga. Janur kuning tidak melekat pada ibu jari kakiku, lantas mengapa kau menjadi pengecut??? Satu lagi,,, kau mereka-reka tentang sukung, lalu kau pikir, aku tidak tahu kau sedang bersama lemon nipis???” Ha… (Campada menjadi kesal)
Patatas    : “Bagaimana kau tahu tentang lemon nipis??? Jin manakah 
         yang kau bayar? Bolekah minta pin BBnya?
Campada : “Patatas,… rasa… rasa… tak pernah berbohong. Mie sedap saja tahu. Apalagi  aku?          
          Kamu memang baik, tetapi kamu juga punya harta cinta yang sementara kamu
                      sembunyikan terhadapku, bukan?” 
Patatas    :  “Orang-orang dapat bertahan hidup karena cintettt. Dan jika cintettt sudah
          mengambil jalannya sendiri, maka apa yang harus aku lakukan? Mematuk beras 
                     setiap hari di beranda rumahnya? Burung di udara saja Tuhan jaga dan pelihara,
            apalagi aku yang sudah terluka ; pastilah Tuhan menolongku”.(Berbau rohani)
Berdasarkan percakapan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa :
A. Campada sedang ingin bersandiwara.
B. Campada sedang menikmati kenyamanan bersama patatas.
C. Campada dan patatas  adalah pemeran utama.

  Setelah pertengkaran itu, mereka tidak pernah berkomunikasi lagi. Entah lewat surat menyurat. Entah lewat media sosial, seperti: Pacebuuk, Macebuuk, twitter, Instagram, Instalasi, Whatsup, Line, BBM, BBS, dll, dsb, dst.  Si nona Campada merasa ada sesuatu yang hilang dari dalam dirinya. Entah sandal jepit atau jepitan rambutnya, campada tak tahu apa-apa.  Dia merasa tidak bahagia sejak saat itu.  Pertengkaran yang berujung pada perpisahan itu membuatnya jarang makan. Dia ikut pelatihan yoga, dan senam pagi untuk menurunkan lemak-lemaknya. Campada mencoba melakukan aktivitasnya kembali dengan riang dan gembira, namun tetap saja ada yang mengganjal ban kehidupannya. Uang-uangnya dia hamburkan di celengan. Mulai dari Rp.100 –Rp.500.
   Hal yang sama terjadi dengan Patatas. Ia sudah tidak ingin lagi menjalin hubungan dengan wanita jenis apapun. Jenis yang alim. Atau yang tak alim. Yang pulang tengah malam. Atau yang tak pulang-pulang. Semua wanita terlihat sama baginya. mereka berdua seperti kehilangan harapan. Padahal jika dipikir dan dikira, masalah ini tidaklah berat untuk dipikul. Mereka hanya tinggal mengatakan saja, bahwa… sebenarnya saya titik…titik…
Tetapi itulah kehidupan cinta… kadang cinta datang dari depan. Kadang cinta datang dari belakang.  Kadang dari samping. Kadang hinggap di jendela bersama burung kakak tua. 
 
  Tetapkanlah hatimu kawan. Jika cinta membuatmu tersiksa, lepaskanlah. Jika cinta membuatmu bahagia, nikahilah. Hari ini kamu mungkin tertawa denganya sampai lepas gigi, tapi besok belum tentu bisa lepas gigi lagi. Selagi masih bisa menjalin dengan wanita. Lakukanlah kebaikan. Beri dia semangat. Beri dia uang jajan. Pedulikan dia. Pedulikan keluarganya. Doakan dia. Doakanlah keberhasilannya. Belajarlah menghargai. Belajarlah menerima kehidupannya. Jika sudah terlanjut terluka, beri tetesan Betadine dan Aledine. Jika kamu sudah melakukan kebaikan, lalu kamu mendapatkan kehancuran, maka nikmatilah hari demi hari. Lihatlah bagaimana keberdosaanmu diterima TUHAN dengan kesabaranNya. Jika kamu sudah terlanjut melukai, jangan ulangi lagi untuk orang lain. Saat ini kamu aman, suatu saat kamu tidak akan nyaman.
   Beberapa tahun berlalu… Campada semakin cantik… Semakin putih setelah memakai handbody citra. Kinclong, dan halus. Rambutnya semakin wangi, dan sudah diberi ektrack kulit manggis. Campada semakin dicari oleh para pencinta gorengan. Patataspun semakin tampan, dengan sedikit kumis di bawah hidungnya. Patatas kini lebih berani bermain mata. Tetapi tidak bermain hati. Karena hati bukan mainan menurutnya.
Patatas sedang menarik uang dari ATM, dan cepat-cepat, ia segera pergi untuk menemui kliennya. Beberapa menit setelah patatas keluar dari ruangan ber-Ac itu… masuklah seorang wanita muda yang ingin melakukan transaksi simpan pinjam. Dilihatnya di lantai marmer, fotonya dulu sedang tergeletak kaku…diam…membisu
“Mengapa foto saya bisa ada disini? Lalu dimana ijazah dan skripsi saya?”…
  Campada menuju meja satpam, dan mengatakan adanya pencurian… setelah perbincangan terjadi, dia diijinkan untuk melihat rekaman CCTV. Dilihatnya dalam video itu, pada camera  canon 2b, seorang lelaki yang tak asing baginya menjatuhkan foto dari dompetnya. 
“Ini Pak pencurinya… ini dia… dia yang telah mencuri hatiku… Dia yang telah menyimpan fotoku dalam dompetnya. Aku rindu padanya… sungguh amat sangat… Campada melompat kegirangan, hingga kepalanya terbentur loteng berulang kali. Kepalanya tidak terasa sakit, lebih daripada kerinduannya terhadap si nyong Patatas.
“Aku pikir, sejak saat itu aku tidak akan melihatnya lagi. Matanya yang sayu….
alisnya yang tebal. Hidungnya yang mancung… Aghhhhh….”(Campada merasa kesal)
“Mengapa tak kubilang saja perasaanku kepadanya sejak dulu… aku selalu rapi menyimpannya dalam kulkas, dengan suhu yang aman. Tidak terkontaminasi. Tidak pula membuang-buang amunisi.”

“Pa Satpam… bolekah kau menolongku?” Pinta Campada.
“katakan saja nona separuh aku “ Jawab Pa Satpam…
“Saya akan tulis ini sebentar, dan tolong berikan kepada dia yang tadi saya tunjuk dalam video CCTV itu”( Campada menangis keras tersendat-sendat)
Setelah hampir 2 jam, campada menulis surat lamaran,,, akhirnya dia menyerahkannya kepada Pa Satpam yang baik hati dan tidak sombong.
“Pa,,, jika Bapak dapat menolong saya, dengan memberikan surat ini kepada lelaki kurus itu, maka suatu saat saya tidak akan melupakan kebaikan bapak. (sambil menangis campada memberikan surat itu)
“Kenapa tidak pakai meterai Rp.6000, nanti suratnya tidak resmi” Satpam mengajukan pilihan.
“Sebentar Pa” (sambil mengambil meterai)
Campada mengusap air matanya dengan meterai, sebagai bagian dari pengganti lem korea dan anti gores.
Tiada lama kemudian, Campada pergi … dia bukan pulang ke rumah, tetapi harus berangkat untuk mengikuti lomba Catur selama tiga bulan.
Apakah isi surat campada kepada patatas? Akankah Bapak Satpam memberikannya? Ataukah Patatas tidak kembali juga ke ATM itu, karena sudah beralih ke Bank yang lain?

Apakah cerita ini harus dilanjutkan?

Hari Selanjutnya

 Pada hela nafasmu, namamu berdesis pelan, Ucy, di ruang sanubari terpatri teguh dan kelan. Senyummu mentari pagi, hangatkan jiwa yang beku,...