Senin, 31 Desember 2018

Bunga senja

Bunga senja, aku mencoba melihatmu dari jauh ; masih jauh sekali, tapi segalanya mulai tampak
bagiku . kau sudah menantang lautan yang berombak, tapi sekali lagi kau bangkit dari antara tekanan
yang menindih pergerakanmu. Kau senyum sesekali, tapi sekekali juga kau memproduksi air mata. Kau
mencoba melakukan yang terbaik, dan dari hari kehari senja menerangi keinginanamu, kadang-kadang senja
itu menjadi gelap bagi mata dan telingamu. Kau tergila-gila pada nada-nada yang menutup sedihmu,
pundak-pundak dan batang lehermu kau angkat ke garis langit. Kulihat kau tonjolkan gerak bibir
bercahaya, untuk suatu kesenangan yang sebenarnya belum berhasil kau raih. satu per satu batu kau
lompati, kau mencoba mengikuti aturan ; tapi kau bosan dan kemudian membuat aturan baru.
Bunga senja yang manis menari-nari dalam mimpi yang sepi. Tidak ada drama kesejukan saat
kau berani merangkul api. Api tetaplah api.
Bunga senja menitikan air mata, dan tidak seorangpun mampu mengusapnya, kau saja dan
hatimu yang dapat mempertimbangkannya. Segala dusta yang berhasil membuat senjamu redup ,tidak
akan bertahan, kedudukan itu pun akan patah dan jadi puing-puing. Setiap peristiwa itu, kemudian
membuat bunga senja semakin kuat, dan taat. Bunga senja adalah wanita yang perlu dibebaskan, perlu
melihat lebih banyak, manakala dia menuang kecemburuan, lalu menjadi menyesal setelah
menghakimi dirinya dalam pertimbangan. Kau takut? Jangan terlalu takut. Kau mau menang, maka
menanglah setelah meletakan jejak kaki pada batu karang, dan bukan pada tiang keraguan. Kau adalah
bunga senja yang manis, warnamu jelas berbeda dengan warna senja tahun kemarin. Ada bunga senja
lain yang tak ber-Ibu sejak lahir, ber-Ayah setelah dewasa, dan meratapi jalan hidup yang sebenarnya
bukan harus mereka miliki ; lalu kau? sudah aku katakan sebelumnya, kau memiliki hari ini karena kau
berharga dan bernilai. Setiap kali melihat senja Tuhan, melototi warna air laut, kau lantas seperti
narapidana musiman, yang dipenjara oleh waktu, lalu lepas tanpa ingin melarikan diri dari ketentuan
Tuhan. Apakah kau tidak pernah berbuat baik? Jelas-jelasnya kau mengandung hati penuh belas kasih,
sepuluh jarimu girangnya memberi dan bibirmu yang lentur sering sekali membangun lewat kata-kata
motivasi. Siapa yang bisa menentukan jalanmu dihari esok, kau sendiri dengan yakinmu, kau sendiri
dengan ingimu. Kau tak usah berdebar-debar dalam menentukan pilihan dan mimpi, biarlah itu kau
ambil dalam kepastian tanpa menimbulkan kekecewan. Jangan jadi korban seperti hari sebelumya,
apalagi menyakiti manisnya jalanmu nanti. Rapuh sebagai manusia, bukan harus menjadi beban,
kuburkan dan tegaslah harus kemana setelah ini. Jawab aku, maukah jadi senja yang berguna? Maukah
jadi senja yang dikenang, maukah jadi senja yang selalu diperlukan? maka mulai dari kulit hati sampai
pada isinya, lupakanlah masa lalu, seperti aku telah berhasil melakukannya. Kau harus lega. Senyummu
biarlah benar-benar suatu senyum yang tidak menyimpan apa-apa, bahkan kelopak mata sama seperti
kelopak bunga yang halus dan cerah setiap kali. Jika kau bukanlah bunga senja seperti yang aku tuliskan,
maka baru kali ini aku menuliskan panjang tentang suasana dan nuansa hati yang banyak kurekam dari
pertemuan dengan wanita kota maupun wanita desa. Kepedihan adalah pertemuan yang tidak dinanti,
kesenangan adalah mutiara yang hampir mati. Aku sudah menulis, aku berani menulis. Pada gerhana
yang tak muncul di tahun baru, memotong kata-kata yang tersembunyi, aku sudah menulis, aku berani
menulis tentang bunga senja.

Hari Selanjutnya

 Pada hela nafasmu, namamu berdesis pelan, Ucy, di ruang sanubari terpatri teguh dan kelan. Senyummu mentari pagi, hangatkan jiwa yang beku,...